Minggu, 03 Juli 2016

Manuskrip Perjanjian Baru

MANUSKRIP PERJANJIAN BARU

            Sebelum membahas tentang ayat 2 Injil Markus yang telah menimbulkan perbedaan simpulan para pakar, saya teringat dengan diskusi singkat dengan beberapa teman Kristen di kelas tentang banyaknya salinan Perjanjian Baru. Menurut salah seorang teman: dengan adanya fakta bahwa terdapat perbedaan di antara salinan-salinan tersebut, bukankah hal ini menunjukkan Alkitab mengandung kesalahan? Oleh karena naskah asli sudah tidak ditemukan, maka realibitas Perjanjian Baru diragukan. Benarkah asumsi demikian?
            Pewahyuan Firman Tuhan, otoritas Alkitab, kanonisasi, infalibilitas dan ineransi Alkitab perlu dimengerti dengan benar. Banyaknya pandangan yang salah tentang doktrin Alkitab dapat membuat kehidupan Kristen menjadi terombang-ambing, bahkan bisa tersesat. Alkitab itu infallible, artinya memiliki otoritas yang absolut dan tidak bercacat, tidak akan gagal dalam setiap penghakiman dan pernyataannya, dan setiap pengajarannya tidak dapat digugat bersalah, tidak menyesatkan dan tidak dapat dikontradiksikan serta disangkal kebenarannya. Alkitab itu innerant, artinya memiliki kualitas yang bebas dari kesalahan (error-free). Berdasarkan keyakinan tentang infalibilitas dan ineransi Alkitab, saya perlu menyampaikan tentang salinan naskah Perjanjian Baru terlebih dahulu, supaya pembahasan ayat-ayat berikutnya tidak salah dipahami. Informasi berikut ini merupakan sebuah saduran dari The Bible’s Manuscript Evidence dari sumber website: www.debate.org.uk. Sebuah tambahan informasi yang akan sangat memperkaya diktat Eksegese Perjanjian Baru yang sudah saya susun untuk para mahasiswa STT Bethany Surabaya. Saya berharap tidak ada lagi keraguan terhadap autentisitas Alkitab.


Salinan Naskah Perjanjian Baru

            Alkitab itu awalnya terdiri dari naskah-naskah. Akibatnya sarana utama untuk memastikan kredibilitas Alkitab adalah jumlah salinan dari naskah-naskah yang saat ini dalam kepemilikan pihak-pihak tertentu. Semakin banyak salinan yang kita miliki semakin baik kita dapat membandingkan antara mereka dan dengan demikian mengetahui apakah dokumen yang sekarang kita baca sesuai dengan aslinya. Hal ini sama seperti saksi sebuah peristiwa. Jika kita hanya memiliki satu saksi sebuah peristiwa, ada kemungkinan bahwa saksi menambahkan atau mengurangi secara berlebihan esensi peristiwa tersebut sehingga kita tidak akan pernah tahu kebenaran sepenuhnya. Tetapi jika kita memiliki banyak saksi, kemungkinan bahwa mereka semua keliru menjadi sangat kecil.
            Salinan-salinan dokumen historis jaman kuno sangat sedikit ditemukan, misalnya hingga sat ini hanya ditemukan 8 salinan karya Herodotus yang aslinya ditulis sekitar tahun 480-425 SM, hanya 5 salinan dari tulisan Aristoteles yang ditemukan, 20 salinan dari sejarawan Tacitus dan 7 salinan dari sejarawan Pliny yang aslinya ditulis pada abad pertama (McDowell, 1972:42). Ini sangat sedikit. Sangat jauh berbeda dengan jumlah salinan Perjanjian Baru: ada  5.300 salinan manuskrip (tulisan tangan) Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani, 10.000 dalam bahasa Latin Vulgata, dan 9.300 versi terjemahan kuno (MSS). Jadi, ada lebih dari 24.000 salinan manuskrip Perjanjian Baru yang masih ada hingga sekarang. Walaupun tidak ada lagi yang asli, kita dapat membandingkan salinan-salinan tersebut, sehingga kita dapat menggambarkan atau menyusun sedekat mungkin dengan dokumen aslinya.
            Ada dugaaan dari non Kristen tentang jauhnya waktu antara manuskrip-manuskrip tersebut dengan peristiwa yang sesungguhnya dapat menimbulkan peredaksian naskah. Kenyataan menunjukkan bahwa selain penulisan kitab Wahyu dan tiga surat Yohanes yang ditulis kemudian, tidak ada satupun dokumen Perjanjian Baru yang ditulis melebihi tahun 80 M atau sekitar 50 tahun setelah kematian Yesus. Kemungkinan besar naskah-naskah Perjanjian Baru kebanyakan ditulis sebelum runtuhnya Yerusalem pada tahun 70 M, dan kemungkinan sebelum terbakarnya kota Roma (64 M). Apabila ditulis setelah penganiayaan orang-orang Kristen tentunya akan muncul dalam tulisan-tulisan Injil, sebab merupakan peristiwa besar yang terjadi dalam komunitas iman yang masih awal.
            Logika yang sama ini dapat diambil lebih lanjut. Ambil contoh kemartiran dari Yakobus tahun 62 M, Paulus tahun 64 M, dan Petrus tahun 65 M. Mereka semua adalah para pemimpin di gereja yang baru lahir, sehingga kematian mereka merupakan peristiwa penting bagi masyarakat Kristen awal. Namun kita tidak temukan ada kematian sebagaimana dimaksud dalam salah satu dari 27 kitab dari Perjanjian Baru yang dikanonisasi (dan secara signifikan tidak ada juga dalam Kisah Para Rasul, catatan sejarah yang paling komprehensif yang kita miliki tentang gereja mula-mula).
            Sebuah kritik lebih lanjut menyangkut apakah salinan yang kita miliki itu kredibel. Karena kita tidak memiliki dokumen asli, orang bertanya, bagaimana kita bisa yakin mereka identik dengan aslinya? Jawaban awal adalah bahwa kita tidak akan pernah benar-benar yakin, karena tidak ada sarana yang kita miliki untuk mereproduksi aslinya. Masalah ini juga terjadi pada semua dokumen kuno yang kita kenal. Namun pertanyaan yang sama ini jarang diajukan secara terus-menerus pada naskah-naskah sejarah lainnya. Jika mereka dianggap kredibel, mari kita lihat bagaimana Perjanjian Baru dibandingkan dengan naskah-naskah sejarah sekular.
            Ada beberapa sejarawan dari dunia kuno yang karya-karyanya cukup populer. Thucydides, yang menulis Sejarah Perang Peloponnesia, hidup dari 460 SM sampai 400 SM. Hampir segala sesuatu yang kita tahu tentang perang berasal dari sejarah. Namun, salinan paling awal dari setiap naskah karya Thucydides bertanggal sekitar 900 M atau 1.300 tahun kemudian! Sejarawan Romawi Suetonius hidup antara tahun 70 sampai 140 M. Namun salinan paling awal dari bukunya The Twelve Caesars bertanggal sekitar tahun 950 atau 800 tahun kemudian. Grafik di bawah ini mengungkapkan kesenjangan waktu karya-karya dari dunia kuno yang dibandingkan dengan naskah Perjanjian Baru yang paling awal (McDowell, 1972:42 dan Bruce, 1943:16-17)

Author
Date Written
Earliest Copy
Time Span
Copies (extent)
Secular Manuscripts:
Herodotus (History)
480 – 425 BC
900 AD
1,300 years
8
Thucydides (History)
460 – 400 BC
900 AD
1,300 years
?
Aristotle (Philosopher)
384 – 322 BC
1,100 AD
1,400 years
5
Caesar (History)
100 – 44 BC
900 AD
1,000 years
10
Pliny (History)
61 – 113 AD
850 AD
750 years
7
Suetonius (Roman History)
70 – 140 AD
950 AD
800 years
?
Tacitus (Greek History)
100 AD
1,100 AD
1,000 years
20
Biblical Manuscripts: (note: these are individual manuscripts)
Magdalene Ms (Matthew 26)
1st century
50-60 AD
co-existant (?)

John Rylands (John)
90 AD
130 AD
40 years

Bodmer Papyrus II (John)
90 AD
150-200 AD
60-110 years

Chester Beatty Papyri (N.T.)
1st century
200 AD
150 years

Diatessaron by Tatian (Gospels)
1st century
200 AD
150 years

Codex Vaticanus (Bible)
1st century
325-350 AD
275-300 years

Codex Sinaiticus (Bible)
1st century
350 AD
300 years

Codex Alexandrinus (Bible)
1st century
400 AD
350 years

(Total New Testament manuscripts = 5,300 Greek MSS, 10,000 Latin Vulgates, 9,300 others = 24,000 copies)
(Total MSS compiled prior to 600 AD = 230)
                       
            Karena pentingnya diskusi kita di sini, maka catatan khusus perlu diberikan kepada Manuskrip Magdalena yang disebutkan di atas. Sampai dua tahun lalu, diasumsikan naskah tertua yang kita miliki adalah papirus Yohanes (P52), yang disimpan di museum John Rylands di Manchester, dan bertanggal 130 M. Dengan demikian, gugurlah asumsi bahwa naskah Perjanjian Baru yang paling awal tidak memiliki saksi mata peristiwa. Asumsi yang sekarang telah berubah, karena tiga naskah: Injil Matius, Markus dan Lukas kini telah dapat diberi tanggal lebih awal dari tulisan Yohanes. Ini adalah dua dari tiga temuan yang akan mengubah seluruh fokus perdebatan kritis pada keaslian Alkitab.
          
      Papirus Lukas, terletak di perpustakaan di Paris telah bertanggal akhir abad ke-1 atau awal abad ke-2, sehingga mendahului papirus Yohanes, 20-30 tahun sebelumnya. Namun yang lebih penting adalah temuan naskah Markus dan Matius! Penelitian baru yang sekarang telah ditemukan oleh Dr. Carsten Thiede, dan diterbitkan dalam bukunya yang baru dirilis pada pokok bahasan, the Jesus Papyrus, menyebutkan sebuah fragmen dari kitab Markus ditemukan di antara gulungan Qumran (fragmen 7Q5). Fragmen menunjukkan bahwa waktu penulisan sebelum 68 M. Penting untuk diingat bahwa kematian Kristus (sekitar 33 M), sehingga naskah ini mungkin ditulis, paling lambat, dalam waktu 35 tahun dari kematian-Nya; mungkin sebelumnya, dan dengan demikian selama ini bahwa saksi mata peristiwa itu masih hidup!
            Penemuan yang paling signifikan adalah fragmen naskah dari kitab Matius (pasal 26) yaitu Manuskrip Magdalena yang telah dianalisis oleh Dr Carsten Thiede, dan juga ditulis dalam bukunya The Jesus Papyrus. Dr Carsten Thiede menggunakan analisis canggih tulisan tangan dari fragmen dengan menggunakan mikroskop khusus state-of-the-art, yang membedakan antara 20 lapisan mikrometer terpisah dari papirus, lalu mengukur tinggi dan kedalaman tinta serta sudut stylus yang digunakan oleh juru tulis. Setelah analisis ini Thiede mampu membandingkannya dengan papirus lain dari periode itu; terutama naskah yang ditemukan di Qumran (58 M), yang lain di Herculaneum (tanggal sebelum 79 M), yang jauh dari benteng Masada (tanggal antara 73/74 M), dan akhirnya papirus dari kota Mesir Oxyrynchus. Fragmen Manuskrip Magdalena cocok dengan keempatnya, dan pada kenyataannya hampir kembar dengan papirus yang ditemukan di Oxyrynchus, yang menyandang tanggal 65/66 M. Thiede menyimpulkan bahwa fragmen papirus ini dari Injil Matius yang ditulis paling lambat tanggal tersebut dan mungkin sebelumnya. Hal itu menunjukkan bahwa kita memiliki baik sebagian dari Injil Matius yang asli maupun salinan langsung yang ditulis oleh saksi mata peristiwa itu yang masih hidup. Fragmen ini menjadi bagian salinan naskah tertua Alkitab kita yang ada sekarang, salah satu yang mendukung tulisan dari penulis asli!
            Hal lebih penting yang dikatakan dalam fragmen Matius 26 yaitu penggunaan sacra nomina (nama-nama suci) seperti "IS" untuk Yesus dan "KE" untuk Kurie atau Tuhan (The Times, Saturday, December 24, 1994). Fakta ini sangat penting untuk diskusi kita hari ini, karena menunjukkan bahwa ketuhanan Yesus sudah diakui berabad-abad sebelum diterima sebagai doktrin gereja resmi dalam konsili Nicea tahun 325 M. Jika terbukti benar maka dokumen ini benar-benar akan menghapuskan kritik yang dilontarkan terhadap Injil (seperti oleh "Yesus Seminar") bahwa murid-murid awal tidak tahu apa-apa tentang keilahian Kristus, dan tentang dugaan bahwa konsep keilahian Yesus adalah redaksi kemudian yang dikenakan oleh komunitas Kristen di abad kedua M.


Versi atau Terjemahan
            Selain 24.000 manuskrip, kita memiliki lebih dari 15.000 eksemplar berbagai versi yang ditulis dalam bahasa Latin dan Siria (Christian Aramaic), beberapa di antaranya ditulis awal tahun 150 Masehi, seperti Peshitta Syria (150-250 Masehi). Karena Kekristenan adalah iman misionaris sejak awal (Matius 28: 19-20), tidak heran jika kitab suci segera diterjemahkan ke dalam bahasa yang dikenal dari periode itu. Untuk itu terjemahan tertulis lainnya muncul segera setelah itu, seperti terjemahan Koptik (awal 3 dan abad ke-4), Armenia (400 M), Gothic (abad ke-4), Georgia (abad ke-5), Ethiopia (abad ke-6), dan Nubian (abad ke-6). Fakta bahwa hari ini kita memiliki begitu banyak terjemahan Perjanjian Baru yang memiliki keseragaman, maka sangat mustahil jika para pengikut Kristus yang kemudian mengubah isi Alkitab. Jika asumsi bahwa Alkitab sudah mengalami peredaksian oleh generasi berikutnya, maka akan berhadapan juga dengan ribuan terjemahan yang tersebar di berbagai wilayah dan berbagai bahasa.


Leksionari
            Praktik pembacaan ayat-ayat dari kitab Perjanjian Baru di kebaktian dimulai dari abad ke-6. Hingga hari ini kita memiliki 2.135 leksionaris yang telah dikatalogkan dari periode abad ke-6. Jika terjadi pemalsuan, maka semuanya juga akan berubah.

Kutipan Bapa-bapa Gereja
            Pengesahan terbesar bagi otoritas Perjanjian Baru adalah banyaknya kutipan yang diambil oleh  bapa-bapa gereja mula-mula. Dean Burgon dalam penelitiannya menemukan 86.489 kutipan dari para bapa gereja mula-mula (McDowell, 1990:47-48; 1991:52). Bahkan, ada 32.000 kutipan dari Perjanjian Baru ditemukan dalam tulisan-tulisan sebelum Konsili Nicea tahun 325 AD (Mcdowell, Evidence, 1972:52). J. Harold Greenlee mengungkapkan bahwa melalui kutipan dari kitab suci dalam karya para penulis gereja mula-mula yang begitu luas, kita dapat merekonstruksi Perjanjian Baru tanpa menggunakan manuskrip Perjanjian Baru.
          

            Dengan demikian jumlah bukti naskah yang kita miliki saat ini lebih dari 24.000 manuskrip yang menguatkan Perjanjian Baru saat ini. Salinan (manuskrip) mula-mula telah bertanggal lebih awal dari 60-70 Masehi, sehingga seumur dengan penulis asli. Kita juga memiliki 15.000 terjemahan awal Perjanjian Baru, dan lebih dari 2.000 leksionari, serta kutipan kitab suci dalam surat-surat dari bapa-bapa Gereja mula-mula yang melaluinya kita hampir bisa mereproduksi Perjanjian Baru. Semua ini merupakan bukti manuskrip substansial untuk Perjanjian Baru.

1 komentar: